Minggu, 26 April 2009

pemilu

Pagi, ketika sebuah hari ditentukan sebagai hari penyontrengan, aku hrs berbelanja di pasar. Bukan sebuah hal yang penting untuk dibahas. Tapi ini bukan hal yang biasa terjadi. Setiap hari aku terbiasa berbelanja di tukang sayur langgananku yang selalu setia datang setiap pukul 6 sampai 6.30 pagi. Tapi, pagi itu, sampai pukul 7 , tidak ada tanda-tanda kehadiran si tukang sayur. Dan aku berkesimpulan, dia absent hari ini. Dan dugaanku ternyata benar.

Keesokan harinya, seperti biasa, sekitar jam 6 pagi, ada panggilan khas terdengar. “belanja mbak….” Yup, alarm dari tukang sayurku. Bergegas aku keluar rumah.

“ Kemarin gak jualan yuk? “ ( Yuk, adalah panggilan akrabku ke dia, kata lain dari mbakyu)

“ Nggak mbak, nyontreng.”

“ Kok sampe nggak jualan?”

“Iya mbak, biar bisa nyontreng pagi-pagi.”

“ Nggak rugi gak jualan?”

“ Ya rugi mbak, tapi ya gak papa, wong cuma limatahun sekali.”

“ O…. jam berapa ke TPS?”

“ Jam 8 mbak, takut antrinya panjang.”

“ Rame ta?”

“ Sepi mbak, kepagian paling, jd orang-orang belum datang”

Aku ngobrol sambil memilih belanjaan di dalam gerobak. Dan setelah selesai, dan aku membayar sesuai harga barang belanjaanku, dan dia melanjutkan perjalanannya.

Hanya sebuah gambaran sederhana, bahwa seorang tukang sayur rela untuk tidak berjualan sehari pada hari penyontrengan itu. Ini artinya dia rela kehilangan nafkah sehari untuk urusan menyontreng. Sebuah penghargaan yang sangat tinggi menurutku, karena ini berarti tanpa sadar, dia menganggap menyontreng adalah hal yang sangat penting. Dan aku kira, banyak orang-orang yang merelakan jg harinya pada saat itu untuk menyontreng, seperti halnya tukang sayurku. Ntah itu karena money politik, yang akhirnya mereka berpikir bahwa cukup setimpal uang yang dibagikan oleh partai, sehingga tidak perlu mencari nafkah untuk hari itu. Atau bisa jadi, mereka benar-benar berharap, suara mereka bisa merubah nasib mereka menjadi lebih baik.

Melalui rangkaian mata rantai system yang sangat panjang, pada hari aku membuat tulisan ini, yaitu sekitar 20 hari setelah hari penyontrengan, kabar tentang gerak perpolitikan yang membahas tentang hasil pemilu sangat cepat. Tentang pelanggaran Pemilu, Koalisi2 partai, pendapat2 petinggi partai, sampai masalah pasangan capres dan cawapres, terus bergulir. Intinya, kesibukan tentang kekuasaan. Karena aku belum melihat adanya pendewasaan demokrasi yang signifikan dalam proses pemilu kita. Bahwa Negara harus jd prioritas utama, bukan partai atau golongan, belum terasa. Saling unjuk kekuatan, saling menggugat, dan kesombongan masih banyak mewarnai. Semoga ini hanya sebuah pembelajaran dan perjalanan untuk sebuah demokrasi yang lebih baik. Bukan tabiat apalagi tradisi berpolitik bangsa kita.

Dari ujung rantai ke ujung rantai, bahwa seorang tukang sayur sangat menghargai pencontrengan, yang nota bene adalah sebuah proses demokrasi, sampai para elit politik yang yang panas berbicara tentang politik yang itupun mereka anggap sebagai proses demokrasi, mungkin bisa menjadikan kita lebih banyak belajar tentang apa arti sebuah demokrasi. Bahwa demokrasi adalah sebuah system yang rakyat adalah komponen utamanya. Dan penguasa atau pemimpin adalah perangkatnya. Meskipun ada hubungan antara penguasa dan rakyat, dimana penguasa bisa membuat rakyat lebih baik. Tapi itu akan sulit terjadi kalau penguasa hanya menjadikan rakyat sebagai object, bukan subject. Seandainya saja pada setiap orang yang mengaku sangat peduli dan layak memimpin negara ini muncul pemikiran bahwa sebuah keberhasilan atau kegagalan adalah sebuah karya bersama, yang harus dipertanggungjawabkan oleh semua pihak. Tidak perlu saling menyalahkan, atau merasa paling benar. Mungkin tujuan dari sebuah demokrasi untuk kesejahteraan rakyat aku mudah dicapai. Tapi semua itu, sebuah harapan yang terlalu naïf untuk saat ini.

Semoga, pengorbanan dan harapan seorang tukang sayur yang rela absent sehari dalam mencari nafkah agar bisa menyontreng, berperan aktif dalam sebuah system demokrasi, terdengar dan direspon dengan baik oleh siapapun yang nantinya berkuasa dan memimpin negara yang (mengklaim diri)demokratis ini.

Sangat jauh korelasinya, tapi ada. :D

Karangploso,24 April 2009

Selasa, 14 April 2009

Lukman Kembali

Disebuah pagi, ada sebuah message dari seorang teman lama. Sudah hampir 20 tahun kami tidak bertemu. Kami dihubungkan kembali oleh jejaring pertemanan, fesbuk. Isi pesan singkatnya adalah “ lengko bengi ono pembukaan pameranku, lek sempat teko o yo…” ( nanti malam ada pembukaan pameranku, kalo sempat datang ya..).

Setelah itu kami berbalas sms, yang intinya aku menanyakan lokasi twmpat pamerannya.

Malamnya, aku dating bersama suami dan seorang teman ke tempat pameran yang sudah dijelaskan letaknya oleh temanku itu. Sebuah Galery yang terletak di jalan kediri malang. Galery Mamipo. Ada sebuah banner di depan gallery bertulis “ Pameran Fotografi LUKMAN KEMBALI”

Cukup banyak orang yang menghadiri acara itu. Ada beberapa komunitas fotografi. Ada juga orang2 media massa. Yang sangat membuat aku kagum adalah, temanku menyambutku dengan sangat hangat. Dari segi fisik, tidak banyak yang berubah dr temanku itu. Gayanya masih sama. Ramah dan low profile bgt. Meskipun kami lama tidak bertemu, tapi serasa tiada jarak diantara kami. Dia mengenalkan aku dengan teman-temannya. Juga dengan istri dan kedua anaknya. Kami berbincang ringan. Dari sekian yang hadir, aku hanya melihat seorang teman yang aku kenal.

Ketika acara pembukaan dimulai, seperti layaknya upacara pembukaan, ada beberapa acara sambutan. Ketika dia didaulat untuk memberikan sambutan, ternyata sambutannya sangat singkat yang isinya adalah ketidakpedeannya dengan karya2nya. Aku mendengar kerendahan hati dalam setiap ungkapan2nya.

Sebuah kejutan besar, ketika pintu gallery dibuka. Sebuah gambar sebuah seorang penari keris Bali, terlihat sangat nyata. Sekilas terlihat seperti lukisan. Detail dan memikat. Sebuah awal pemandangan yang menakjubkan, yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai foto dengan tema2 yang beragam. Sebagai orang yang awam tentang photography, aku hanya bisa berpendapat bahwa semua foto-foto yang ditampilkan dalam pameran itu sangat bagus. Banyak cerita yang mampu diungkapkan dari foto-foto itu.

Sebuah pertemuan yang singkat, tapi cukup membuat aku merangkum sebuah kesan, bahwa sebuah perjalanan telah mendewasakan seorang temanku, yang membuahkan sebuah kematangan dalam menyikapi hidup. Jiwa yang besar dan karya yang hebat bukan hasil dari bagaimana kita memblow-up diri kita dengan mengunggulkan diri kita kepada orang lain. Tapi justru kebersahajaan dan jiwa rendah diri ternyata adalah sisi lain dari sebuah pencapaian yang hebat. Tidak hanya karya nyata, karir dan kecemerlangan masa depan, yang tampil dari seorang LUKMAN BINTORO, tapi juga sebuah pribadi yang hebat di balik sikap rendah diri dan kebersahajaan. Teman, aku bangga padamu.

Malang, awal April 2009

Minggu, 01 Maret 2009

hello friend..

Dalam beberapa waktu terakhir, banyak kejutan manis dalam hidupku. Aku seperti melihat pemandangan indah dari jendela yang selama ini tertutup.
Ini karena aku dikejutkan oleh banyaknya teman lama yang tanpa sengaja menyapaku.
Dan ternyata, melihat mereka aku seperti bercermin, karena ternyata banyak yang telah berubah pada mereka dan diriku juga. Tapi, semua tetap indah, seindah kenangan kami dulu. Bedanya, sekarang kita sudah sama2 tua, sama2 hanya bisa tertawa ketika mengingat bagaimana kita dulu.
Buat semua temanku, aku senang bisa jadi teman kalian, terima kasih.

Jumat, 26 Desember 2008

Dont worry mum...

6 tahun yang lalu, kami juga disini. Hanya di ruangan yang berbeda. Ini sudah yang keempat kalinya kami mengalami hal yang sama, di tempat yang sama. Ibu berbaring dengan selang infus di lengan, dan aku menunggui.
Tapi ada yang berbeda dengan suasananya.

6 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya kami melalui ini. Diabetes melitus yang tiba2 menyerang, membuat ibuku sulit menerima keadaan. Kondisi kesehatannya menurun drastis. Secara Psikis, ibu merasakan keputus asaan. Itu membuat kondisi kami sangat sulit. 6 minggu ibu dirawat di dua rumah sakit berbeda. Pada saat itu, kepanikan sangat terasa. Bapak juga terlihat letih dan tidak fit.
kami, anak2nya jg demikian. Kami tertekan scr psikis. Ketika dokter menyatakan bahwa secara medis ibu sembuh dan boleh dirawat dirumah, kondisi fisik ibu msh sgt lemah. Ketika di rumah, aku juga kembali mengalami kesulitan merawat ibu. Sehingga kami dan ibu merasa sebagai dua pihak dgn posisi direpotkan dan merepotkan. Sampai ada sebuah moment, hari idul fitri yang membuat kami sekeluarga berkumpul. Hal ini membawa spirit buat ibu untuk sembuh. Dan, ibu berangsur pulih, meski dengan waktu yang cukup panjang.

Entah karena kedewasaan, atau karena pengalaman, ketika hal yang sama terjadi untuk kedua kalinya, kami, aku khususnya, sudah melewati dengan lebih baik. Ibu juga demikian.

Dan kali ini, ketika untuk kesekian kalinya kami dihadapkan pada keadaan yang sama seperti 6 tahun yang lalu, kami dan ibu sudah dapat lebih ringan melewatinya. Khususnya buat aku. Dan mungkin mulai sekarang, aku juga harus menyiapkan diri, karena mungkin beberapa waktu yang akan datang, aku ada di posisi ibu.

Saat ini, ibu ada disebelahku. Dia sedang menanyakan, sedang apa aku. Aku jawab bahwa aku sedang menulis sesuatu.
Dalam hati aku berkata, dont worry Mum, im here for u.

tengah hari,
mawar 11 rsu saiful anwar